Mengenalkan Cara Pikir Kesatuan Ilmu dan Kehidupan(Bagian 1)
Apa maksud cara pikir kesatuan ilmu dan kehidupan itu? Apa selama ini keduanya terpisah? Kok Bisa? Lalu gunanya juga apa? Apa ini penting? Apa tidak lebih penting memberi makan siang gratis seluruh warga neraga Indonesia yang membutuhkan?
Perkara ini memang tidak mudah diurai, tapi sangat penting. Cara berfikir memisahkan ilmu dan kehidupan itu telah merusak jantung persoalan hidup praktik sosial, langsung dari para intelektual sendiri yang disokong politik, atau politik yang memanfaatkan kecenderungan ilmuwan yang menguntungkannya. Gemana ini dijelaskan, saya akan rinci tulisan ini ke beberapa seri yang langsung saya upload seketika. Untuk bagian pertama ini akan menjelaskan apa pentingnya integrasi ilmu dan kehidupan, apa pula tujuan cara pikir integrasi ilmu dan kehidupan.
Penjelasan ini mengambil konteks aktiftitas perguruan tinggi yang dikenal dengan Tridharma Perguruan Tinggi, berupa peran pendidikan/pengajaran, peran penelitian, dan peran pengabdian kepada masyarakat.
Asumsi Dasar
Integrasi Ilmu dan Kehidupan memandang aktifitas ilmu dan pengabdian kepada masyarakat sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain. Ilmu diproduksi melalui riset, dan riset dilakukan terhadap masalah sosial.
Masalah sosial kondisi tidak ideal yang menghalang-halangi masyarakat tumbuh berdaya, mandiri dan tidak terkungkung dan dijerat oleh kekuatan internal dan eksternal yang menghalangi capaian ideal masyarakat. Tujuan ideal masyarakat adalah situasi semua warga dalam keadilan dan kesejahteraan hakiki karena ditopang oleh tatanan yang demokratis dan profetik.
Pengabdian kepada masyarakat dengan demikian dilakukan dengan dasar hasil riset mengenai masalah sosial. Pengabdian yang tidak didasarkan atas riset akan mengulang-ulang kegiatan tanpa memikirkan kebutuhan masyarakat yang berkembang. Pada ranah masyarakat yang baru memulai aktifitas pengabdian, ketiadaan riset yang relevan akan menyebabkan aktifitas tidak sesuai kebutuhan dan salah sasaran. Upaya ini bisa mubadzir baik secara finansial, maupun waktu.
Dampak lebih jauh dari aktiftas pengabdian yang tidak tepat sasaran akan membuat pelaksana pengabdian dari kampus mengalami kematian dialog dan refleksi pengetahuan, sehingga aktifitas pengabdian dapat memaksakan kehendak tanpa memedulikan situasi masyarakat. Pengabdi tidak menjadi pengabdi, melainkan menjadi aktor dominatif dalam aktifitas sosial.
Sementara itu, masyarakat yang menerima pengabdian dengan cara ini akan bersifat apatis, atau dapat memanfaatkan pihak pengabdi sebagai orang yang tidak lebih dari aktor yang meramaikan suasana, atau dapat memanfaatkan mereka secara bantuan fisik dan finansial. Dampak etik ini tidak ideal bagi tujuan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Orientasi Integrasi Ilmu dan kehidupan
Pengabdian kepada masyarakat berorientasi sedapat mungkin mendorong perubahan sosial pada masyarakat sasaran. Perubahan sosial ditandai oleh berubahnya nilai di masyarakat terutama nilai kemandirian sikap, nilai kebebasan untuk berkembang, dan nilai profetik yang membimbing mereka dalam membangun cinta kasih kepada sesama manusia dan alam.
Nilai-nilai ini dibangun dalam kerangka praktik dan riset terlibat. Praktik pengabdian yang ideal bersifat sistematik di area dan lingkungan tertentu dan berkelanjutan sampai situasi ketika kegiatan berakhir masyarakat telah mendapat dampak perubahan. Nilai kemandirian dibangun melalui assessmen terlibat, sehingga masalah masyarakat disadari sendiri oleh masyarakat dan mendorong mereka untuk mengambil keputusan penyelesaiannya. Pengabdi memfasilitasi proses ini dengan seperangkat cara yang mengantarkan masyarakat memiliki pandangan kritis atas masalah yang mereka alami.
Nilai kebebasan untuk berkembang diandaikan oleh munculnya kesadaran masyarakat untuk cita-cita yang mereka harapkan, potensi yang mereka miliki, dan tantangan yang dihadapi. Semangat berubah mengandaikan keyakinan bebas dan berkembang. Fasilitasi pada pengabdi yang terlibat bersama aktifitas masyarakat akan memberi sentuhan dialog peradaban berubah refleksi kehidupan sehari-hari, masalah, harapan dan tindakan yang disepakati. Perubahan sosial hanya muncul dari dialog peradaban seperti ini.
Nilai profetik menjadi pembimbing orientasi perubahan, sehingga cita-cita yang berkembang bukan diabdikan untuk sekedar kemajuan materi, bisnis yang sukses, pariwisata yang ramai, pertanian yang produktif, namun juga keseluruhan itu yang tidak merusak alam, menjaga situs ekologis yang mensuplay bahan pangan, pariwisata, dan komodity yang kompatibel dengan konservasi alam. Nilai-nilai Islam dijalankan secara mendalam dalam praktik pengembangan masyarakat sehari-hari.
Nilai profetik ini telah dirumuskan oleh PTKIAN selama ini sebagai konsep integrasi ilmu. Integrasi ilmu ini dimaksudkan sebagai integrasi ilmu pengetahuan ilmiah dan agama. Hasilnya telah dipakai sebagai penciri body of knowledge masing-masing PTKIN, dan mengilhami kurikulum masing-masing. Inti dari integrasi ini disamping sebagai pemandu proses produksi ilmu dan pengajaran, yang mengarah pada praktik profetik, yakni penerapan nilai-nilai keislaman. Melalui pengenalan paradigma intgrasi ilmu dan kehidupan, maka upaya artikulasi integrasi ilmu sebelumnya menjadi kekuatan dan basis asset dari pengembangan praksis pada pengabdian kepada masyarakat.
Orientasi ini akan bermuara pada terciptanya tatanan yang baik, masyarakat yang bahagia tanpa tekanan, dan penuh rasa syukur kepada Allah. Baldatun thoyyibatun, wa robbun ghofurun. Gemah ripah, loh jinawi, titi tentrem, katata raharja.[]
Cibogo, 06 April 2024 (Ramadan 25).