Dengan Terus Belajar Saya Yakin Bisa Melihat Dunia Lebih Luas
Nama saya Taryati. Saya adalah anak kedua dari dua bersaudara saya lahir dan besar di Desa Tinumpuk, kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu. Saat ini saya berusia 19 tahun dan kuliah di IAIN Syekh Nurjati Cirebon jurusan Sosiologi Agama. Saya sempat putus sekolah saat SMA, namun akhirnya terbantu dengan ikut ujian Paket C dengan bantuan Yayasan Wangsakerta dan Mbak Mutiah (pendamping buruh migran) Indramayu.
Selain kuliah saya mengikuti kegiatan di Wangsakerta yang berfokus pada pengembangan Desa. Saya menjadi pengajar sukarela untuk anak-anak setiap minggunya. Selama menjadi pengajar, saya banyak belajar bagaimana menganalisa karakteristik masing-masing anak. Hasil analisa tersebut selanjutnya saya gunakan sebagai cara saya membedakan perlakuan atau metode pembelajaran dan pendekatan sesuai dengan karakter masing-masing anak.
Selama pembelajaran saya menggunakan materi pertemuan yang menyangkut keseharian anak-anak di kampung dan mengarahkan ke kesadaran untuk menjaga lingkungan sekitar tempat tinggalnya, misalnya peng-olahan air rumah tangga dan pentingnya pohon untuk lingkungan. Hasilnya, dalam beberapa bulan anak-anak mulai bergerak untuk menanam.
Selain itu, saya juga ikut serta dalam kegiatan pengorganisiran masyarakat yang dilakukan saya bersama teman-teman di Wangsakerta untuk mewujudkan ketahanan pangan mandiri pada setiap rumah tangga, pengelolaan sampah yang tepat dan konservasi danau. Saya terlibat dalam kegiatan penelitian etnography perihal pandangan masyarakat kawasan danau tentang Danau Setupatok. Dari penelitian ini saya mendapatkan informasi mengenai sejarah vegetasi, fauna, kondisi, tradisi, kebiasaan bahkan riwayat kejadian luar biasa yang ada di danau. Informasi-informasi tersebut selanjutnya digunakan untuk bekal kegiatan konservasi Danau. Dengan keterlibatan saya dalam penelitian ini saya mendapatkan pengalaman cara melakukan pendekatan ke masyarakat untuk tujuan penelitian kualitatif yang saya butuhkan dalam perkuliahan.
Di Wangsakerta saya juga membantu kakak-kalak melakukan kegiatan pengorganisasian masyarakat khususnya ibu-ibu program Keluarga Salam Iklim (KADARKIM), Dalam kegiatan ini ada pertemuan mingguan untuk belajar menanam dan pengelolaan sampah. Hasilnya, dalam beberapa bulan ratusan ibu-ibu menjadi anggota dalam kegiatan ini.
Sebagai informasi, saya memiliki kakak laki-laki yang saat ini bekerja di Sulawesi Utara sebagai pekerja kontrak di sebuah pembangunan konstruksi. Ia adalah tulang punggung keluarga karena ayah dan ibu saya berpisah sejak 2011. Sejak ayah dan ibu saya berpisah, saya tinggal hanya bersama Ibu dan kakak saya. Sebelum berpisah, ibu saya bekerja menjadi buruh migran di salah satu negara di Timur Tengah seperti kebanyakan ibu-ibu rumah tangga yang lain yang ada di daerah saya, termasuk keluarga besar saya. Semenjak Ibu saya pulang dari Timur tengah, ibu saya terkena Gangguan Mental hingga saat ini. Diduga, ibu saya mengalami kekerasan yang dilakukan oleh majikannya saat di tempat kerjanya tersebut. Karena kendala ekonomi, selama ini, usaha yang sudah keluarga kami lakukan hanya memberi energi positif saja untuk ibu saya yang diharapkan dapat memberi dorongan kesembuhan juga untuk beliau.
Sebenarnya, beberapa bantuan pernah didapatkan ibu saya dari tetangga yang memang menjadi aktivis pemberdayaan buruh migran. Bantuan tersebut berupa pendampingan psikolog, ahli ruqyah bahkan bantuan proses pembuatan program keluarga harapan (PKH). Namun, dari usaha yang sudah dilakukan tersebut belum mencapai kesembuhan maksimal ibu saya dan lamanya proses pengesahan kepemilikan program keluarga harapan (PKH) juga menjadi kendala dalam mengakses pengobatan psikis yang disubsidi oleh pemerintah untuk ibu saya dalam upaya penyembuhannya.
Bapak saya adalah seorang buruh tani yang tidak memiliki lahan sendiri, karenanya bapak saya bekerja hanya pada saat diminta pemilik lahan untuk menggarap lahannya. Keadaan tersebut menjadikan penghasilan beliau tidak menentu. Saat tak ada yang menghubunginya untuk menggarap lahan, bapak hanya bekerja serabutan atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Penghasilan beliau hanya cukup untuk menghidupi istri dan anaknya.Karena itu, saya, hanya mengandalkan memenuhi kebutuhan hidup saya hanya dari kakak laki-laki saya. Ia bekerja sebagai buruh pengerjaan konstruksi yang akan berakhir pada waktu tertentu.
Namun demikian, situasi ni tidak meredupkan semangat saya untuk terus mencari ilmu dan pengalaman yang berharga di berbagai tempat termasuk kampus. Dukungan dari kawan Nayla Aisha alumni Sekolah Cikal (Jakarta) awardee BPI yang saat ini kuliah S1 di USC US, melalui
Program “Bature Kita” Yayasan Wangsakerta sangat bermanfanfaat bagi saya untuk bisa kuliah. Dengan terus belajar saya yakin bisa melihat dunia lebih luas dan dapat menjadikan ilmu ini untuk bekal saya pada pengabdian masyarakat yang saya lakukan. []