Bahasa bukanlah Kendala dalam Pengorganisasian Masyarakat
Langkah Awal
Sore hari, di penghujung akhir penghujan 2023 saya dan Faiz mulai mengajak ibu-ibu di kampung Karangdawa dan Kedung Krisik Selatan untuk melakukan gerakan menanam di pekarangan rumah serta mengelola sampah dari rumah. Untuk tanaman yang akan ditanam difokuskan kepada tanaman sayuran serat menggunakan cara pertanian organik. Harapannya dengan gerakan ini masyarakat bisa mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk membeli bahan pangan serta mengelah sampah dengan cara memilah sampah dari mulai rumah. Hal ini berkelanjutan karena sampah organik yang sudah dipilah bisa dijadikan kompos untuk pupuk tanaman.
Rasa khwatir dan cemas menyelimuti saya ketika saya mendatangi rumah ke rumah ibu-ibu di kedua kampung tersebut untuk membagikan surat undangan pertemuan pertama. Ini kali pertama saya melakukan kegiatan seperti ini.
Petama-tama saya mendatangi rumah ibu-ibu yang sudah menanam di pekarangan rumahnya, serta ibu-ibu kader posyandu, dikarenakan saya bukan warga setempat. Untuk lebih kenal dan akrab saya juga mencoba untuk mengikuti kegiatan pembagian surat undangan kegiatan posyandu, sekaligus saya menyampaikan maksud saya untuk mengajak mereka dalam kegiatan menanam ini. Dari ibu-ibu yang saya datangi ada yang antusias serta ada juga yang mengeluhkan tidak bisa mengikuti kegiatan ini karena masih mempunyai anak kecil ataupun sibuk kerja. Untuk ibu-ibu yang sudah menanam di pekarangan rumahnya hampir semua mau ikut dalam kegiatan ini.
Setelah saya mengajak ibu-ibu di Karangdawa saya melanjutkan ke Kedung Krisik Selatan, Disini saya lebih lancar karena bahasa yang digunakan disini sama seperti bahasa daerah saya yakni bahasa Sunda. Sebenarnya antara Kampung Karangdawa dan Kedung Krisik Selatan ini hanya dipisah jalan, namun warganya berbahasa berbeda. Karangdawa dengan bahasa jawa Cirebo sementara Kedung Krisik menggunakan bahasa Sunda.
Awalnya saya merasakan bahasa bisa jadi kendala untuk melakukan pendekatan atau sekedar untuk komunikasi. Dengan pengalaman ini, saya sadar bahwa bahasa bukanlah kendala jika kita memiliki sikap terbuka, kesabaran, dan kemauan untuk mencari cara untuk saling memahami meskipun ada perbedaan bahasa. Dengan pendekatan yang tepat, saya berhasil berkomunikasi dengan lancar.
Materi utama kegiatan pendidikan KADARKIM diberikan dalam Lokakarya Desa dan Keluarga Menghadapi Perubahan Iklim di saung Wangsakerta. Saya merasa bahagia karena mayoritas ibu-ibu yang saya undang hadir. Saya melihat banyak dari mereka yang kurang pokus untuk mengikuti sesi diskusi pada saat ini, mungkin materi yang disampaikan terlalu berat di awal-awal untuk mereka . Tapi saya yakin lambat laun mereka akan paham tentang kondisi perubahan iklim ini, karena untuk pendidikan KADARKIM ini akan diadakan pertemuan rutinan dua minggu sekali atau sesuai kesepakatan. Saya berkomitmen untuk sering berkunjung ke rumah mereka diluar pertemuan rutinan, karena untuk mengatasi permasalahan- permasalah yang yang ada di kampung memerlukan partisipasi masyarakat itu sendiri.
Membangun Kesepakatan
Pertemuan awal ini sebelumnya direncanakan dirumah ibu Rokayah pada pukul 9 pagi sesuai kesepakatan dengan nya sehari sebelum pertemuan pertama Kadarkim. akan tetapi, ketika pagi kami mendatangi rumahnya, IBu Rokayah tidak ada dirumahnya. setelah ngobrol dengan ibu-ibu yang lain akhirnya disepakati untuk pertemuan pertama ini dilakukan dirumah Ibu Asiah, akan tetapi kami harus menunggu selesainya pengajian mingguan yang sering dilaksanakan setiap sabtu pagi.
Saya memulai pertemuan dengan refleksi lokakarya yang telah dilaksanakan seminggu sebelum pertemuan pertama ini. selain itu juga untuk membuat kesepakatan belajar bersama ibu-ibu Kadarkim yang berada di Kedung Krisik Selatan. Ibu-ibu merasakan kesan positif mengenai lokakarya tersebut walaupun ada yang mengeluhkan bahwa cuaca selama kegiatan tersebut sangat panas. Ibu-ibu juga sedikit bisa memahami apa yang disampaikan oleh narasumber pada acara lokakarya, pada pertemuan ini saya sedikit mengulang apa yang disampaikan oleh narasumber pada acara tersebut dengan tujuan untuk menindak lanjuti lokakarya tersebut.
Dari pertemuan pertama ini melahirkan kesepakatan untuk waktu pembelajaran bersama ibu-ibu ini dilaksanakan dua minggu sekali setiap hari minggu pagi pukul 9 pagi dan dilaksanakan di rumah ibu Asiah ataupun bisa dilaksanakan di Mushola, dan Ibu Warno disepakati untuk menjadi ketua untuk kelompok Mama Rempong
Pertemuan pertama ini banyak kendala seperti tempat awal yang harus diganti karena tidak adanya pemilik tempat kegiatan, serta waktu yang tidak mendukung karena di hari sabtu tersebut ada acara pengajian. Dari masalah-masalah tersebut bersama-sama ibu disepakati untuk pertemuan digeser ke hari minggu pagi dan untuk kegiatannya dilakukan dirumah ibu Asiah maupun di mushola.
Menghitung Pengeluaran
Pembunelajaran kedua bersama kelompok mama rempong adalah mengenai mendata belanja rumah tangga keluarga dengan tujuan untuk memahami posisi pemasukan dan pengeluaran keluarga. pada pertemuan kali ini dilaksanakan di Mushola Kedung Krisik Selatan dan berjalan lancar dikarenakan sudah dilakukan kesepakatan bersama ibu-ibu di kelompok ini.
Pertemuan kali ini dimulai dengan mencatat pengeluaran ibu-ibu untuk kebutuhan sehari-hari terutama bahan pangan yang biasa mereka konsumsi. Ibu-ibu mencatat apa saja bahan pangan yang dibeli oleh ibu-ibu tersebut, dicatat jumlah nominal yang biasa mereka belanjakan lalu dijumlahkan mulai dari perhari lalu perminggu, sampai pertahun, lalu dijumlahkan dengan pengeluaran ibu-ibu yang hadir dalam pertemuan ini. Kemudian ibu-ibu mengkalkulasikan jumlah nominal yang mereka belanja untuk kebutuhan dapur setiap hari lalu dan dikaitkan dengan kenapa kita melakukan gerakan menanam sayuran di pekarangan. Ibu-ibu mulai menyadari bahwa uang mereka banyak keluar hanya untuk membeli sayur-sayuran, dan mereka semakin semangat untuk menanam sayuran di pekarangan rumahnya.
Pertemuan ini juga saya membahas tentang pembuatan demplot (rumah bibit) kelompok. Rumah bibit akan dibuat di depan rumah ibu Rokayah. Pertemuan kali ini kurang kondusif dikarenakan pertemuan ini banyak dihadiri oleh anak-anak, dan anak-anak ini sangat berisik, sedangkan ruangan pertemuan sempit. Begitu juga dengan ibu-ibu, banyak dari mereka tidak mau masuk kedalam teras mushola, dari mereka ada yang beralasan membawa balita. Ibu-ibu banyak yang berada di luar mushola,mereka jadi sibuk mengobrol, akibatnya mereka salah tangkap tentang apa yang saya bicarakan mengenai rumah bibit. Mereka menangkap rumah bibit ini milik pemilik tanah yang akan ketempatan rumah bibit. Akan tetapi ibu Warno selaku ketua berjanji untuk menjelaskan kepada ibu-ibu yang salah paham ini.
Pertemuan selanjutnya disepakati akan dilaksanakan pada hari Minggu yang agendanya adalah belajar pembuatan kompos organik dengan teknik Bokasi.
Pembuatan Kompos
Pertemuan kompos kali ini di adakan di lahan milik Bi Sundari, pembuatan kompos ini bertujuan untuk digunakan sebagai media tanam dan pengelolan sampah organik. Dalam pertemuan kali ini hanya dihadiri oleh 10 orang peserta, penyebab pertemuan kali ini dihadiri sedikit peserta karena ada kesalah pahaman oleh satu orang ibu-ibu dan dia menyebar luaskan itu mengenai rumah bibit yang sudah saya tulis pada laporan kegiatan sebelum ini.
Bahan pembuatan kompos kali ini menggunakan kotoran hewan dan rumput,rumput sisa pakan kambing serta arang sekam. Kotoran kambing sendiri di dapatkan dari salah satu warga kedung krisik. Beliau bahkan mempersilahkan untuk mengambil semua kotoran yang ada di kandang kambing miliknya. Kami dibantu oleh Mang Rauf suami bi Asiah. ibu-ibu hanya melihat ketika mengambil kotoran kambing, hal ini mungkin wajar karena ini baru tahap pengenalan awal, akan tetapi ibu-ibu pembantu ketika pengambilan air untuk bahan campuran pembuatn pupuk, selainitu juga mereka yang bagian menyiram dan mengaduk kompos yang kami buat,serta terakhir dengan membungkusnya dengan baliho bekas. Setelah pembuatan kompos ini, kami sepakat untuk membuat ruang bibit di samping kompos yang kami buat.
Kelompok belajar KADARKIM di Kedung Krisik Selatan ini di bagi dua kelompok. Kelompok pertama diketuai oleh bu Warno dan kelompok 2 diketuai oleh Bi Sairi. Kelompok 2 pembuatan ruang bibitnya direncanakan di depan tanah dekat rumah bi Sairi. Alasan membuat ruang bibit disini adalah karena tempat ini strategis berada di tengah-tengah anggota kelompok 2. Sehari setelah pembuatan kompos di kelompok 1, ibu-ibu meminta untuk membuat kompos kembali di kelompok 2 sekaligus pembuatan ruang bibit, untuk bahan-bahannya. Kali ini ibu-ibu sangat bersemangat bahkan mereka sudah berani mengambil kotoran kambing untuk dijadikan kompos, setelah pembuatan kompos kami selanjutnya membuat ruang bibit bersama-sama.
Untuk pembuatan ruang bibit di kelompok 1 akan dibuat pada pertemuan minggu selanjutnya. Untuk material pembuatanya kami mengambil bambu dari lahan milik tol, kebetulan kedung kerisik berada dipinggir jalan tol Pali-kanci yang di dekat area sana banyak ditmbuhi bambu. Selain itu pinggiran jalan tol, pohon bambu banyak tumbuh di deket aliran sungai Kalilunyu di belakang kampung Kedung Krisik.
Menanam pangan keluarga
Setelah pembuatan bibit kami mulai mengisi polybag dengan menggunakan kompos yang dibuat bersama-sama, selain itu juga ibu-ibu belajar menyemai berbagai macam benih seperti terong, kangkung, tomat, cabai, dan selada. Benih tersebut disuaikan dengan permintaan ibu-ibu ketika pertemuan tentang mendata kebutuh rumah tangga, adapun kebutuhan sayuran yang paling tinggi adalah cabe, tomat, bawang merah dan kangkung. Harapanya dengan ibu-ibu menanam tanaman pangan bisa mengurangi belanja kebutuhan rumah tangga
Setelah itu ibu-ibu juga langsung menanam benih-benih yang sudah disediakan dari saung wangsakerta seperti terong, cabai, tomat, melon, dan timun. Benih-benih yang paling banyak diinginkan oleh ibui-ibu adalah cabai dan kangkung.
Membuat Box Kompos Takakura
Pada pertemuan ini ibu-ibu diperkenalkan tehnik pengolah sampah organik sederhaa yakni menggunakan metode takakura. Metode takakura merupakan metode pengolahan sampah yang mengandalkan fermentasi untuk mengurai sampah, sehingga sampahnya tidak berbau. Kami menggunakan keranjang sebagai wadah utama. Keranjang bisa menggunakan box laundry ataupun menggunakan keranjang buah. Untuk pembuatan komposnya memerlukan bahan lain seperti kardus bekas, gabah, kompos, biang kompos EM4, dan tanah.
Kelebihan menggunakan metode penggunaan keranjang takakura ini tidak memerlukan lahan yang luas dan kapasitasnya cocok dengan volume sampah domestik yang dibuang oleh rumah tangga sehari-harinya. Dengan metode ini, sampah organik rumah tangga dapat dikelola dengan mudah, tidak menimbulkan bau, tidak menyita banyak waktu dalam pemrosesannya dan hasilnya langsung bisa dimanfaatkan semua sebagai pupuk tanaman ibu-ibu. Pertemuan kali ini dihadiri oleh perwakilan kelompok Kadarkim Karangdawa. []