Alternatif Pengganti Gandum di Indonesia, Mungkinkah?
Penulis: Danesh Abdurahman
Bagaimana mungkin gandum, yang berasal dari tanaman musim dingin, bisa menjadi makanan pokok di negara tropis seperti Indonesia? Siapa yang pertama kali membawa gandum ke tanah kita ini?
Produk gandum memiliki aneka turunan olahan makanan yang dapat dan seringkali dikonsumsi dalam keseharian kita seperti mie, roti, biskuit, hingga kue ringan. Dari waktu ke waktu, konsumsi gandum oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Karena peningkatan konsumsi gandum melalui produk turunannya itulah, pasokan gandum yang datang seratus persen ke Indonesia sepenuhnya bergantung dari impor luar negeri. Mengapa ketergantungan impor gandum terjadi di Indonesia; selain tingginya angka konsumsi masyarakat kita, tanaman gandum bukan tanaman endemik di kawasan yang beriklim tropis seperti Indonesia. Ia adalah tanaman yang tumbuh di iklim sub-tropis.
Awal perjalanan gandum masuk ke tanah air dimulai pada abad 18. Tepatnya, pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Kendati pada penjajahan portugis, gandum mulai ditanam untuk memenuhi kebutuhan pokok penduduk portugis yang tinggal di Pulau Timor, akan tetapi, pada masa itu gandum tidaklah menjadi tanaman yang penting. Sebuah penggalan cerita yang diambil dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973”, menginformasikan tatkala pada 1968 Presiden Soeharto memimpin sidang kabinet terbatas membahas persiapan kebutuhan sandang dan pangan jelang lebaran. Sidang kabinet pagi itu akhirnya memutuskan, bahwa pemerintah akan mengimpor 390.000 ton terigu dari Amerika Serikat.
Keputusan Soeharto itu menjadi awal dimulainya impor terigu produk turunan gandum, secara besar-besaran masuk Indonesia. Tujuan awalnya memang untuk stabilisasi harga, karena komoditas ini dianggap stabil harganya, pasokan yang banyak di dunia. Semenjak 1970, tiga pabrik olahan biji gandum dibangun dan sekaligus menandai mulai berkurangnya bantuan dari AS. Impor terigu sudah bergeser menjadi gandum, bantuan AS pun perlahan berkurang. Impor gandum terus meningkat dari tahun ke tahun terutama dari AS. “Dalam waktu yang sama, AS mengirim beberapa pakar pangan ke Indonesia untuk mempengaruhi pengambil keputusan dan mampu meyakinkan para teknokrat dengan argumentasi ilmiah,” kata peneliti pangan, M Husein Sawit.
Apa yang terjadi di awal Orde Baru menjadi penyebab bagaimana gandum yang mulanya bukan makanan pokok orang Indonesia kini sudah jadi kebutuhan pangan yang penting di Indonesia. Tepung terigu sudah jadi bahan baku sejumlah produk makanan olahan populer antara lain mie, biskuit, kue, hingga gorengan.
Menanam Gandum di Indonesia
Lalu bagaimana cara kita mengatasi tingginya kebutuhan terhadap tanaman yang bukan berasal dari daerah kita ini?
Untuk saat ini, jumlah produksi gandum dalam negeri hampir 0, hanya bisa untuk penelitian laboratorium saja. Berbagai usaha untuk mengembangkan gandum di dataran tropis ini telah dilakukan. Upaya pemberdayaan gandum lokal sudah dilakukan sejak tahun 1978, pada saat itu Kementerian Pertanian melakukan uji adaptasi gandum. Berbagai riset lain setelah riset pertama tersebut juga sudah dilakukan dan membuahkan hasil. Hasil dari riset riset tersebut menemukan bahwa gandum juga bisa tumbuh di kawasan tropis, hanya saja harga jualnya belum bisa bersaing dengan harga internasional sehingga belum bisa diproduksi berskala industri.
Tanaman gandum adalah tanaman subtropis yang membutuhkan suhu dingin selama siklus hidupnya. Permasalahannya adalah suhu dingin di wilayah tropis hanya ditemui di dataran tinggi, sementara di kawasan subtropis, dataran rendah juga memiliki suhu dingin. Di Indonesia wilayah yang cocok untuk menanam gandum adalah di ketinggian di atas 1000 mdpl. Ada beberapa kendala yang ditemukan untuk menanam gandum di ketinggian tersebut yaitu sempitnya lahan dan persaingan dengan tanaman yang nilai ekonomisnya lebih tinggi. Akan tetapi, beberapa hasil penelitian telah menghasilkan varietas varietas baru yang bisa tumbuh di ketinggian 600 sampai 700 mdpl dan terus berupaya mengembangkan varietas yang tahan suhu panas.
Beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan juga adalah perbedaan suhu malam dan siang yang cukup, jenis dan kedalaman solum tanah, pengairan, pengendalian gulma dan hama. Faktor faktor inilah yang menyebabkan harga gandum lokal belum bisa bersaing dengan harga gandum internasional. Dikarenakan cara mengolah pertanian yang masih konvensional sehingga kurang efektif dan memerlukan tenaga yang banyak. Beberapa upaya lain yang dilakukan seperti mengembangkan mesin dan mekanisme kerja. Hal ini juga membuahkan hasil sehingga beberapa investor sudah mulai tertarik untuk mengembangkan gandum meskipun masih memerlukan pengamatan lebih dalam.
Menurut data yang dipublikasikan oleh Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, pada kurun waktu 2017-2021, Indonesia mengimpor gandum sebanyak 10,29 juta ton pada tahun 2020 dan mengalami kenaikan sebesar 8,85% atau menjadi 11,43 juta ton pada tahun 2021. Impor gandum terbesar berasal dari Australia, negara tetangga kita ini menyuplai gandum seberat 4,63 juta ton pada tahun 2021.
Dari 11,43 juta ton di 2017, turun ke 10,96 juta ton di 2018, turun lagi ke 10,06 juta ton di 2019, tahun 2020 susut lagi ke 10,29 juta ton, dan melonjak jadi 11,48 juta ton di tahun 2021. Sepanjang Januari-Maret 2022, impor gandum tercatat sudah mencapai 2,81 juta ton, naik 4,7% dari periode sama tahun 2021. Di samping itu, total kapasitas giling gandum Indonesia adalah 13,1 juta ton per tahun, dan di tahun 2022 diprediksi akan ada 30 pabrik tepung terigu di Indonesia.
Dari data tersebut, telah terdapat kesimpulan bahwa saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor gandum terbesar di dunia.
Budidaya Gandum Lokal sebagai Alternatif
Apakah dengan membudidayakan gandum lokal adalah satu satunya jalan keluar?
Berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk menemukan alternatif pengganti gandum. Kini berbagai makanan olahan gandum seperti mie, roti, dan biskuit bisa dibuat tanpa menggunakan gandum. Tepung terigu (gandum) yang merupakan bahan utama membuat mie dan roti memungkinkan untuk digantikan dengan tepung mocaf (singkong), dan sorgum. Pemerintah juga sudah menekankan para importir untuk beralih ke sorgum lokal yang juga berpotensi untuk menggantikan gandum. Sorgum lokal diperkirakan dapat mensubstitusi impor gandum hingga 60%.
Selain sorgum tepung mocaf juga berpotensi untuk menggantikan sorgum karena tepung mocaf merupakan tepung singkong yang dimodifikasi dengan fermentasi bakteri asam laktat sehingga mengubah sifat tepung tersebut sehingga dapat mengembang seperti tepung terigu dengan kadar protein sedang. Potensi yang dimiliki tepung mocaf juga besar sekali mengingat Indonesia merupakan produsen singkong terbesar kelima di dunia.
Sayangnya dengan berbagai pilihan pengganti ini, para produsen tetap memilih untuk mengimpor terigu. Pihak industri selalu punya alasan untuk tetap menggunakan gandum impor sebagai bahan baku. Harga yang lebih murah menjadi faktor utama para pengusaha belum mau beralih ke pilihan lain.[]
*) Tulisan ini merupakan produk refleksi pembelajaran warga belajar Ngenger Angkatan 3 pada sesi materi soal pertanian dan pangan
**) Danesh Abdurrochman adalah santri ngenger Sekolah Alam Wangsakerta Angkatan 3 Tahun 2022